Matakuliah ilmu penyakit tumbuhan telah memperkenalkan konsep segitiga penyakit tumbuhan (plant disease triangle). Menurut konsep ini, penyakit tumbuhan bisa berkembang hanya apabila tersedia patogen virulen, tanaman inang rentan, dan faktor lingkungan sesuai. Patogen virulen berarti patogen yang dapat menyebabkan penyakit, tanaman inang rentan berarti tanaman yang mudah menjadi sakit, dan faktor lingkungan sesuai berarti faktor lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan penyakit. Bila satu di antara ketiga faktor tersebut tidak tersedia maka penyakit tidak bisa berkembang. Tapi bagaimana bila, misalnya saja, yang tersedia adalah patogen yang agak virulen, tanaman inang yang agak rentan, dan faktor lingkungan yang agak sesuai? Atau, bagaimana bila yang tersedia adalah patogen virulen, tanaman inang yang agak virulen, dan faktor lingkungan yang kurang sesuai? Epidemiologi penyakit tumbuhan mempelajari pengaruh virulensi patogen, kerentanan tanaman inang, dan kesesuaian faktor lingkungan secara kuantitatif dengan menggunakan dukungan analisis statistika.
Virulensi patogen ditentukan oleh banyak faktor, antara lain oleh isolat patogen yang bersangkutan. Patogen mempunyai gen virulensi yang dapat berubah virulensinya melalui berbagai mekanisme sebagai bagian dari proses evolusi patogen. Pada pihak lain, ketahanan tanaman inang yang juga dikendalikan oleh gen dimanifestasikan antara lain sebagai ketahanan kultivar suatu spesies tanaman dan sebagai ketahanan yang beruubah seiring dengan umur tanaman. Ketahanan tanaman dalam menghadapi infeksi oleh suatu patogen juga berkembang dengan mekanisme tertentu. Mekanisme virulensi patogen dan ketahanan tanaman dikendalikan melalui hubungan gen-untuk-gen (gene-for-gene relationship) sebagaimana telah dipelajari dalam ilmu penyakit tumbuhan sehingga tidak diuraikan lagi pada tulisan ini. Bagi yang ingin memperbarui kembali pengetahuan mengenai hal ini, silahkan baca tulisan mengenai genetika populasi patogen tumbuhan yang disediakan oleh American Phytopathological Society. Tentu saja pada akhirnya interaksi antara virulensi patogen dan kerentananan tanaman akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pada tulisan ini akan diperkenalkan pendekatan epidemiologis untuk mempelajari pengaruh virulensi patogen, ketahanan tanaman inang, dan pengaruh faktor lingkungan terhadap perkembangan penyakit tumbuhan.
Perlu dicatat bahwa dalam mempelajari pengaruh patogen, tanaman inang, dan faktor lingkungan dalam epidemiologi penyakit tumbuhan, yang dimaksud sebagai pengaruh patogen bukan hanya dibatasi pada virulensi dan yang dimaksud dengan pengaruh tanaman inang bukan hanya dibatasi pada kerentanan. Dalam mempelajari pengaruh patogen juga termasuk pengaruh padat populasi patogen dan dalam mempelajari pengaruh tanaman inang juga termasuk pengaruh padat populasi tanaman inang. Dalam mempelajari pengaruh faktor lingkungan, faktor lingkungan yang paling banyak dipelajari adalah faktor lingkungan cuaca, khususnya suhu, periode kebasahan permukaan, dan kelembaban nisbi udara. Pengaruh patogen, tanaman inang, dan faktor lingkungan tersebut dapat dipelajari pada tataran proses monosiklik maupun pada tataran proses polisiklik. Mempelajari pengaruh tersebut pada tataran monosiklik berarti mempelajari pengaruh terhadap proses infeksi, sporulasi, atau pemencaran patogen. Pada pihak lain, mempelajari pengaruh tersebut pada tataran polisiklik berarti mempelajari pengaruh terhadap laju perkembangan penyakit, baik laju perkembangan penyakit dalam waktu maupun laju perkembangan penyakit dalam ruang.
Analisis statistik yang digunakan untuk mempelajari pengaruh patogen, tanaman inang, dan faktor lingkungan tersebut bergantung pada karakteristik variabel yang dipelajari, apakah merupakan variabel diskret atau variabel kontinyu. Isolat patogen dan kultivar tanaman inang merupakan contoh variabel diskret, sedangkan padat populasi patogen serta padat populasi dan umur tanaman inang merupakan variabel kontinyu. Faktor lingkungan suhu, periode kebasahan daun, dan kelembaban udara nisbi masing-masing merupakan variabel kontinyu. Untuk mempelajari pengaruh variabel diskret digunakan analisis ragam (analysis of variance, anova), sedangkan untuk mempelajari pengaruh variabel kontinyu digunakan analisis regresi (regression analysis). Analisis ragam digunakan untuk menganalisis perbedaan pengaruh isolat patogen dalam menimbulkan penyakit pada kultivar tanaman tertentu dan untuk menganalisis perbedaan reaksi berbagai kultivar tanaman inang terhadap isolat patogen tertentu. Tetapi analisis ragam biasanya digunakan bila jumlah isolat patogen atau jumlah kultivar tanaman inang tidak terlalu banyak. Bila jumlah isolat patogen atau jumlah kultivar tanaman inang yang dipelajari sangat banyak maka pengguinaan analisis ragam tidak banyak membantu. Sebagai alternatif, digunakan teknik analisis multivariat analisis kelompok (cluster analysis). Analisis regresi digunakan untuk mempelajari pengaruh padat populasi patogen, padat populasi tanaman inang, umur tanaman inang, suhu, periode kebasahan daun, dan kelembaban nisbi udara.
Hasil penelitian Kema et al. (1996) mengenai interaksi antara isolat patogen dan kultivar tanaman inang pada patosistem gandum-Mycosphaerella graminicola merupakan contoh yang baik mengenai analisis data pengaruh isolat patogen dan pengaruh kultivar tanaman inang. Mereka menggunakan analisis peragam (analysis of covarieance, ancova) dan analisis kelompok (cluster analysis) untuk menganalisis interaksi antara virulensi isolat Mycosphaerella graminicola, jamur penyebab penyakit leaf blotch pada gandum dan ketahanan tanaman kultivar gandum (Triticum sativum dan T. durum) terhadap data keberadaan gejala nekrosis dan keberadaan piknidia. Dengan menggunakan teknik analisis tersebut mereka menemukan bahwa interaksi antara isolat patogen dan kultivar inang dikendalikan melalui hubungan gen-untuk-gen (gen-for-gen relationship) dan bahwa mekanisme hubungan tersebut berlangsung dengan menggunakan mekanisme yang berbeda dalam mengendalikan perkembangan nekrosis dan pembentukan piknidia. Hasil penelitian ini merupakan contoh analisis pengaruh virulensi patogen dan ketahanan inang pada tataran proses monosiklik. Analisis pada tataran polisiklik dapat dilakukan terhadap data hasil pengamatan terhadap perkembangan nekrosis dari waktu ke waktu. Tentu saja analisis pengaruh isolat patogen dan kultivar inang tidak selalu harus dilakukan dengan menggunakan teknik analisis serumit teknik yang digunakan di atas. Analisis sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan analisis ragam maupun analisis kelompok, misalnya untuk mengevaluasi virulensi berbagai isolat patogen terhadap kultivar tanaman tertentu dan untuk menganalisis reaksi berbagai kultivar tanaman terhadap isolat patogen tertentu. Analisis regresi dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh padat populasi patogen tertentu terhadap perkembangan penyakit pada tanaman tertentu atau untuk menganalisis pengaruh umur umur tanaman inang tertentu terhadap perkembangan penyakit tertentu.
Pengaruh faktor lingkungan yang paling banyak diteliti adalah pengaruh suhu dan pengaruh periode kebasahan permukaan daun (leaf wetness periode). Pengaruh suhu sangat penting mengingat setiap organisme, termasuk patogen, mempunyai suhu kardinal (minimum, optimum, dan maksimum) untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pada pihak lain, pengaruh periode kebasahan permukaan daun penting karena untuk berkecambah, inokulum sebagian besar patogen golongan jamur memerlukan keberadaan lapisan tipis air pada permukaan daun. Pengaruh suhu dan periode kebasahan permukaan daun tersebut dapat dianalisis secara sendiri-sendiri atau secara bersamaan sebagai interaksi antara dua faktor. Untuk menganalisis pengaruh suhu dan periode kebasahan permukaan daun tersebut digunakan teknik analisis regresi, baik dengan menggunakan persamaan polinomial biasa maupun dengan menggunakan model tertentu. Sebagai contoh, Carisse & Kushalappa (1992) menganalisis pengaruh suhu, kebasahan permukaan daun terinterupsi dan kontinyu, dan kelembaban nisbi udara terhadap infeksi dan Carisse et al. (1993) menganalisis pengaruh suhu, periode kebasahan permukaan daun, kelembaban udara nisbi tinggi terhadap sporulasi jamur Cercospora carotae pada tanaman wortel.
Untuk memodelkan pengaruh suhu, kebasahan permukaan daun terinterupsi dan kontinyu, dan kelembaban nisbi udara terhadap infeksi, Carisse & Kushalappa (1992) mencoba menyuai persamaan regresi polinomial. Model yang mereka peroleh menunjukkan bahwa infeksi oleh jamur Cercospora carotae pada tanaman wortel dipengaruhi oleh suhu, kebasahan permukaan daun awal, dan kelembaban udara nisbi dengan persamaan polinomial interaksi antara suhu dan kelembaban nisbi udara yang berbeda untuk infeksi dengan dan tanpa periode awal kebasahan daun. Untuk memodelkan pengaruh suhu, periode kebasahan permukaan daun, kelembaban udara nisbi tinggi terhadap sporulasi, Carisse et al. (1993) mencoba menyuai persamaan logistik non-linier dan persamaan regresi polinomial. Keduanya dapat menghasilkan model yang dapat menjelaskan pengaruh suhu, periode kebasahan permukaan daun, kelembaban udara nisbi tinggi terhadap sporulasi, tetapi model regresi polinomial menghasilkan pengaruh yang lebih tinggi untuk suhu 16 dan 32oC. Pengaruh terhadap infeksi dan sporulasi tersebut dapat disimak pada gambar di bawah ini, sedangkan penjelasan lebih rinci dapat dibaca pada artikel masing-masing (dapat diunduh gratis dengan mengklik tautan).
Pengamatan terhadap suhu lazimnya dilakukan setiap selang waktu tertentu, padahal pengaruh suhu berlangsung secara kontinyu. Misalnya, pengaruh suhu diamati sebagai suhu maksimum dan minimum dalam satu hari, padahal sebenarnya pengaruh suhu berlangsung secara terus menerus setiap jam, menit, dan detik. Dengan demikian, menggunakan data suhu hasil pengamatan hanya pada jam-jam tertentu menjadi tidak realistis. Untuk mengatasi masalah ini, sebelum digunakan dalam analisis untuk mengetahui pengaruh suhu, data suhu biasanya terlebih dahulu dianalisis untuk menentukan:
Untuk memodelkan pengaruh suhu, periode kebasahan permukaan daun, dan kelembaban nisbi udara pada tataran polisiklik, data suhu (atau data suhu setelah dianalisis sebagaimana tersebut di atas), periode kebasahan permukaan daun, atau kelembaban nisbi udara atau ketiga-tiganya sekaligus dapat diregresikan terhadap parameter perkembangan penyakit (LDBK atau laju intrinsik perkembangan penyakit). Misalnya, bila pengamatan penyakit dilakukan dalam wilayah yang luas, data suhu dan kelembaban udara nisbi dapat diperoleh dari stasiun cuaca terdekat (biasanya di ibukota kecamatan terdapat stasiun cuaca). Data suhu juga dapat diaproksimasi dengan menggunakan data ketinggian tempat yang dapat diukur dengan menggunakan altimeter. Data suhu atau ketinggian tempat dapat terlebih dahulu dianalisis dengan menggunakan jumlah suhu atau fungsi tanggapan suhu. Hasil analisis data suhu atau ketinggian tempat tersebut kemudian digunakan untuk memodelkan LDBK atau laju intrinsik perkembangan penyakit r dalam bentuk fungsi LDBK/r = f(suhu, kelembaban nisbi udara).Virulensi patogen ditentukan oleh banyak faktor, antara lain oleh isolat patogen yang bersangkutan. Patogen mempunyai gen virulensi yang dapat berubah virulensinya melalui berbagai mekanisme sebagai bagian dari proses evolusi patogen. Pada pihak lain, ketahanan tanaman inang yang juga dikendalikan oleh gen dimanifestasikan antara lain sebagai ketahanan kultivar suatu spesies tanaman dan sebagai ketahanan yang beruubah seiring dengan umur tanaman. Ketahanan tanaman dalam menghadapi infeksi oleh suatu patogen juga berkembang dengan mekanisme tertentu. Mekanisme virulensi patogen dan ketahanan tanaman dikendalikan melalui hubungan gen-untuk-gen (gene-for-gene relationship) sebagaimana telah dipelajari dalam ilmu penyakit tumbuhan sehingga tidak diuraikan lagi pada tulisan ini. Bagi yang ingin memperbarui kembali pengetahuan mengenai hal ini, silahkan baca tulisan mengenai genetika populasi patogen tumbuhan yang disediakan oleh American Phytopathological Society. Tentu saja pada akhirnya interaksi antara virulensi patogen dan kerentananan tanaman akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pada tulisan ini akan diperkenalkan pendekatan epidemiologis untuk mempelajari pengaruh virulensi patogen, ketahanan tanaman inang, dan pengaruh faktor lingkungan terhadap perkembangan penyakit tumbuhan.
Perlu dicatat bahwa dalam mempelajari pengaruh patogen, tanaman inang, dan faktor lingkungan dalam epidemiologi penyakit tumbuhan, yang dimaksud sebagai pengaruh patogen bukan hanya dibatasi pada virulensi dan yang dimaksud dengan pengaruh tanaman inang bukan hanya dibatasi pada kerentanan. Dalam mempelajari pengaruh patogen juga termasuk pengaruh padat populasi patogen dan dalam mempelajari pengaruh tanaman inang juga termasuk pengaruh padat populasi tanaman inang. Dalam mempelajari pengaruh faktor lingkungan, faktor lingkungan yang paling banyak dipelajari adalah faktor lingkungan cuaca, khususnya suhu, periode kebasahan permukaan, dan kelembaban nisbi udara. Pengaruh patogen, tanaman inang, dan faktor lingkungan tersebut dapat dipelajari pada tataran proses monosiklik maupun pada tataran proses polisiklik. Mempelajari pengaruh tersebut pada tataran monosiklik berarti mempelajari pengaruh terhadap proses infeksi, sporulasi, atau pemencaran patogen. Pada pihak lain, mempelajari pengaruh tersebut pada tataran polisiklik berarti mempelajari pengaruh terhadap laju perkembangan penyakit, baik laju perkembangan penyakit dalam waktu maupun laju perkembangan penyakit dalam ruang.
Analisis statistik yang digunakan untuk mempelajari pengaruh patogen, tanaman inang, dan faktor lingkungan tersebut bergantung pada karakteristik variabel yang dipelajari, apakah merupakan variabel diskret atau variabel kontinyu. Isolat patogen dan kultivar tanaman inang merupakan contoh variabel diskret, sedangkan padat populasi patogen serta padat populasi dan umur tanaman inang merupakan variabel kontinyu. Faktor lingkungan suhu, periode kebasahan daun, dan kelembaban udara nisbi masing-masing merupakan variabel kontinyu. Untuk mempelajari pengaruh variabel diskret digunakan analisis ragam (analysis of variance, anova), sedangkan untuk mempelajari pengaruh variabel kontinyu digunakan analisis regresi (regression analysis). Analisis ragam digunakan untuk menganalisis perbedaan pengaruh isolat patogen dalam menimbulkan penyakit pada kultivar tanaman tertentu dan untuk menganalisis perbedaan reaksi berbagai kultivar tanaman inang terhadap isolat patogen tertentu. Tetapi analisis ragam biasanya digunakan bila jumlah isolat patogen atau jumlah kultivar tanaman inang tidak terlalu banyak. Bila jumlah isolat patogen atau jumlah kultivar tanaman inang yang dipelajari sangat banyak maka pengguinaan analisis ragam tidak banyak membantu. Sebagai alternatif, digunakan teknik analisis multivariat analisis kelompok (cluster analysis). Analisis regresi digunakan untuk mempelajari pengaruh padat populasi patogen, padat populasi tanaman inang, umur tanaman inang, suhu, periode kebasahan daun, dan kelembaban nisbi udara.
Hasil penelitian Kema et al. (1996) mengenai interaksi antara isolat patogen dan kultivar tanaman inang pada patosistem gandum-Mycosphaerella graminicola merupakan contoh yang baik mengenai analisis data pengaruh isolat patogen dan pengaruh kultivar tanaman inang. Mereka menggunakan analisis peragam (analysis of covarieance, ancova) dan analisis kelompok (cluster analysis) untuk menganalisis interaksi antara virulensi isolat Mycosphaerella graminicola, jamur penyebab penyakit leaf blotch pada gandum dan ketahanan tanaman kultivar gandum (Triticum sativum dan T. durum) terhadap data keberadaan gejala nekrosis dan keberadaan piknidia. Dengan menggunakan teknik analisis tersebut mereka menemukan bahwa interaksi antara isolat patogen dan kultivar inang dikendalikan melalui hubungan gen-untuk-gen (gen-for-gen relationship) dan bahwa mekanisme hubungan tersebut berlangsung dengan menggunakan mekanisme yang berbeda dalam mengendalikan perkembangan nekrosis dan pembentukan piknidia. Hasil penelitian ini merupakan contoh analisis pengaruh virulensi patogen dan ketahanan inang pada tataran proses monosiklik. Analisis pada tataran polisiklik dapat dilakukan terhadap data hasil pengamatan terhadap perkembangan nekrosis dari waktu ke waktu. Tentu saja analisis pengaruh isolat patogen dan kultivar inang tidak selalu harus dilakukan dengan menggunakan teknik analisis serumit teknik yang digunakan di atas. Analisis sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan analisis ragam maupun analisis kelompok, misalnya untuk mengevaluasi virulensi berbagai isolat patogen terhadap kultivar tanaman tertentu dan untuk menganalisis reaksi berbagai kultivar tanaman terhadap isolat patogen tertentu. Analisis regresi dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh padat populasi patogen tertentu terhadap perkembangan penyakit pada tanaman tertentu atau untuk menganalisis pengaruh umur umur tanaman inang tertentu terhadap perkembangan penyakit tertentu.
Pengaruh faktor lingkungan yang paling banyak diteliti adalah pengaruh suhu dan pengaruh periode kebasahan permukaan daun (leaf wetness periode). Pengaruh suhu sangat penting mengingat setiap organisme, termasuk patogen, mempunyai suhu kardinal (minimum, optimum, dan maksimum) untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pada pihak lain, pengaruh periode kebasahan permukaan daun penting karena untuk berkecambah, inokulum sebagian besar patogen golongan jamur memerlukan keberadaan lapisan tipis air pada permukaan daun. Pengaruh suhu dan periode kebasahan permukaan daun tersebut dapat dianalisis secara sendiri-sendiri atau secara bersamaan sebagai interaksi antara dua faktor. Untuk menganalisis pengaruh suhu dan periode kebasahan permukaan daun tersebut digunakan teknik analisis regresi, baik dengan menggunakan persamaan polinomial biasa maupun dengan menggunakan model tertentu. Sebagai contoh, Carisse & Kushalappa (1992) menganalisis pengaruh suhu, kebasahan permukaan daun terinterupsi dan kontinyu, dan kelembaban nisbi udara terhadap infeksi dan Carisse et al. (1993) menganalisis pengaruh suhu, periode kebasahan permukaan daun, kelembaban udara nisbi tinggi terhadap sporulasi jamur Cercospora carotae pada tanaman wortel.
Untuk memodelkan pengaruh suhu, kebasahan permukaan daun terinterupsi dan kontinyu, dan kelembaban nisbi udara terhadap infeksi, Carisse & Kushalappa (1992) mencoba menyuai persamaan regresi polinomial. Model yang mereka peroleh menunjukkan bahwa infeksi oleh jamur Cercospora carotae pada tanaman wortel dipengaruhi oleh suhu, kebasahan permukaan daun awal, dan kelembaban udara nisbi dengan persamaan polinomial interaksi antara suhu dan kelembaban nisbi udara yang berbeda untuk infeksi dengan dan tanpa periode awal kebasahan daun. Untuk memodelkan pengaruh suhu, periode kebasahan permukaan daun, kelembaban udara nisbi tinggi terhadap sporulasi, Carisse et al. (1993) mencoba menyuai persamaan logistik non-linier dan persamaan regresi polinomial. Keduanya dapat menghasilkan model yang dapat menjelaskan pengaruh suhu, periode kebasahan permukaan daun, kelembaban udara nisbi tinggi terhadap sporulasi, tetapi model regresi polinomial menghasilkan pengaruh yang lebih tinggi untuk suhu 16 dan 32oC. Pengaruh terhadap infeksi dan sporulasi tersebut dapat disimak pada gambar di bawah ini, sedangkan penjelasan lebih rinci dapat dibaca pada artikel masing-masing (dapat diunduh gratis dengan mengklik tautan).
Pengamatan terhadap suhu lazimnya dilakukan setiap selang waktu tertentu, padahal pengaruh suhu berlangsung secara kontinyu. Misalnya, pengaruh suhu diamati sebagai suhu maksimum dan minimum dalam satu hari, padahal sebenarnya pengaruh suhu berlangsung secara terus menerus setiap jam, menit, dan detik. Dengan demikian, menggunakan data suhu hasil pengamatan hanya pada jam-jam tertentu menjadi tidak realistis. Untuk mengatasi masalah ini, sebelum digunakan dalam analisis untuk mengetahui pengaruh suhu, data suhu biasanya terlebih dahulu dianalisis untuk menentukan:
- Perubahan suhu harian (daily course of temperature), dihitung dengan menggunakan persamaan Ti = [(Tmak+Tmin)/2] + [(Tmak-Tmin)/2]*sin(a*RADi + b), di mana Ti=suhu pada jam ke-i, Tmak=suhu maksimum, Tmin=suhu minimum, a dan b=tetapan, dan RADi=radian.
- Frekuensi suhu (frequency of temperature), merupakan jumlah satuan waktu dengan suhu rata-rata tertentu yang dilalui oleh suatu proses, dihitung sebagai jumlah satuan waktu t dengan suhu dalam kisaran T1-T2 selama selang waktu t.
- Jumlah suhu (temperature sums), dihitung sebagai derajat hari (degree days, DD) atau derajat jam (degree hours, DH) dengan menggunakan persamaan DD/DH = sum{[(Tmak+Tmin)/2] - Tacuan}, di mana Tmak dan Tmin=suhu maksimum dan minimum berlangsungnya suatu proses dan Tacuan=suhu minimum yang memungkinkan suatu proses dapat berlangsung.
- Fungsi tanggapan suhu (temperature-response function), ditentukan di antaranya dengan menggunakan model BETE: Y=[p*Xn(1-X)m], di mana X=[(Ti-Tmin)/(Tmak-Tmin), p=faktor proporsional sehingga laju proses menjadi bernilai 1 pada suhu optimum, serta m dan n=parameter bentuk kurva. Persamaan BETE dapat dilinierkan menjadi ln(Y) = b0 + b1ln(X) + b2ln(1-X).
Analisis data yang kompleks untuk menentukan pengaruh virulensi patogen, kerentanan inang, dan kesesuaian faktor lingkungan tentu saja memerlukan program aplikasi statistika. Kema et al. (1996), Carisse & Kushalappa (1992), dan Carisse et al. (1993) menggunakan program aplikasi statistika SAS untuk menganalisis data mereka. Mereka dapat menggunakan program aplikasi statistika yang mahal tersebut karena universitas tempat mereka bekerja menyediakannya dengan cara membayar lisensi institusi. Untuk universitas-universitas di negara-negara berkembang yang lebih mementingkan biaya perjalanan dinas daripada membayar lisensi program aplikasi untuk penelitian, mahasiswa dan dosennya, suka atau tidak suka, hanya dapat menggunakan program aplikasi yang tersedia gratis, di antaranya R. Silahkan pelajari cara menggunakan R dari situs R Tutorial, R Tutorial Series, dan Gardenersown. Untuk mempelajari cara menggunakan R untuk melakukan analisis ragam dan analisis peragam, silahkan kunjungi situs R for Anova and Ancova.
terimakasih infonya,,
BalasHapussangat menarik dan bermanfaat,,,
selatah saya membaca :
BalasHapusyang saya mengerti tentang segitiga penyakit adalah penyakit itu akan terjadi jika dari ketiga segitiga penyakit tersebut saling mendukung, dimana 3 faktor tersebut harus saling mendukung baru bisa terjadi penyakit. misalkan pada suatu tanaman atau inang kalo rentan atau tahan maka tidak terjadi penyakit, begitupun dengan kedua faktor lainnya. arti mereka saling membutuhkan dan mendukung seperti siklus.
dan yang belum saya mengerti ialah bagaimana kita menganalisis data untuk mengetahui pengaruh patogen.
agen casino indonesia
BalasHapusagen judi sbobet
agen sbobet indonesia
agen sbo
agen sbobet terpercaya
agen sbobet
agen sbo terpercaya
agen judi terpercaya
sbosports
agent sbobet
agen sbobet indonesia
bandar judi terpercaya
agen judi bola terpercaya
agen judi ibcbet
sbobet indonesia
agen bola online
bandar judi bola
master agen betting online
bandar bola sbobet terpercaya
judi online
BANDARQ
Agen Poker
situs poker
poker online
Judi Poker Online
situs poker online terpercaya
Poker Online Terpercaya
poker uang asli
Domino QQ
Domino Poker
Capsa Online
QQ Online
Ceme Online
Blackjack Online
Poker Online Indonesia
Agen poker online
poker online asli
agen poker terbaik
agen poker terpercaya
situs poker uang asli
agen sbobet
poker uang asli
situs agen bola terbaik
judi casino online
agen ibcbet
situs judi online
poker online
agen judi bola
agen judi terpercaya dan terlengkap
judi online