Ketika mempelajari ilmu penyakit tumbuhan (plant pathology), kita belajar mengenai permasalahan penyakit tumbuhan dan cara mengatasinya. Dalam membudidayakan tanaman, petani menghadapi berbagai jenis penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh berbagai jenis organisme pengganggu tumbuhan (OPT). OPT penyebab penyakit tumbuhan tersebut semuanya disebut patogen (pathogen). Kita mempelajari bahwa penyakit tumbuhan berkembang karena tanaman rentan (susceptible crop) diserang oleh patogen ganas (virulent pathogen) ketika keadaan lingkungan sesuai dengan yang dibutuhkan untuk perkembangan penyakit (favourable environment). Ketiga faktor yang saling berkaitan (berinteraksi) ini dinamakan segitiga penyakit. Tapi bagaimana penyakit berkembang? Mengapa ada penyakit tanaman yang berkembang lambat dan ada pula yang berkembang cepat? Bagaimana pula penyakit tanaman memencar dari satu individu tanaman ke individu tanaman lain, dari satu petak ke petak lain, dari satu lahan ke lahan lain, dari satu tempat ke tempat lain, dan seterusnya?
Beberapa penyakit tanaman bahkan berkembang sedemikian cepat sehingga menimbulkan dampak langsung dan tidak langsung yang begitu besar dan penting. Penyakit hawar lambat kentang (potato late blight) yang disebabkan oleh jamur Phytophthora infestans (Mont.) de Bary merupakan satu di antara beberapa penyebab penting terjadinya kelaparan masal penduduk Irlandia dan emigrasi ke Amerika pada 1845-1852. Penyakit hawar lambat tersebut menyebabkan luas tanam kentang dari 1844-1847 turun dari lebih dari 2 juta acres menjandi hanya sekitar 0,2 juta acres dan produksi dari 14 juta ton menjadi hanya 2 juta ton.
Tentu saja penyakit hawar lambat pada kentang bukan satu-satunya penyakit tumbuhan yang menimbulkan dampak begitu besar dan penting. Penyakit tumbuhan lainnya yang juga menimbulkan dampak yang kurang lebih sama adalah penyakit karat kopi (coffee rust) yang disebabkan oleh jamur Hemeleia vastatrix Berk. & Bromme. Ceylon (sekarang Sri Lanka), ketika itu merupakan jajahan Inggris, yang merupakan mengekspor 45 juta kg per tahun pada 1870, hanya mampu mengekspor 2,3 juta kg pada 1889 dan dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun, perkebunan kopi di sana hancur, menyebabkan orang Inggris mengubah kebiasaan minum kopi menjadi minum teh. Penyakit bercak coklat yang disebabkan oleh jamur Cochliobolus miyabeanus (sin. Bipolaris oryzae) ikut berperan sebagai penyebab Kelaparan Benggala (Bengal Famine) di negara yang sekarang bernama Bangla Desh pada 1943.
Ketiga penyakit tersebut di atas menimbulkan dampak yang begitu besar dan penting terutama karena berkembang dan memencar dengan cepat. Penyakit-penyakit yang berkembang dan memencar dengan cepat seperti itu disebut penyakit epidemik (epidemic diseases), dari kata epi yang berarti 'di atas' dan demos yang berarti 'orang banyak'. Mula-mula istilah ini digunakan untuk penyakit manusia, tetapi kemudian juga untuk penyakit tumbuhan. Namun sebenarnya, istilah epidemi sudah digunakan sejak sangat lama dalam penyakit tumbuhan, yaitu oleh Ramazini pada 1961 dan oleh Duhamel pada 1728. Pada 1833, Unger menggunakan istilah 'epiphytozie' (bahasa Jerman) untuk penyakit tumbuhan, tetapi kurang mendapat tanggapan. Istilah epidemi digunakan dalam buku J. Kuhn (1858), buku H.M. Ward (1901), dan buku monumental Pflanzliche Infektionslehre (bahasa Jerman) oleh E. Gaumann (1946), yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Principles of Plant Infections (1950). Istilah epidemi untuk penyakit tumbuhan menjadi semakin populer setelah terbit buku Plant Diseases: Epidemic and Control oleh J.E. van der Plank (1963) yang merupakan monumental lainnya. Dalam buku-buku monumental tersebut, istilah epidemi digunakan sebagai istilah untuk merujuk pada perkembangan dan pemencaran penyakit tumbuhan.
Dengan demikian, yang menjadi permasalahan dalam epidemi penyakit tumbuhan adalah perkembangan penyakit dari satu waktu ke waktu berikutnya dan pemencaran penyakit dari satu tempat ke tempat lainnya. Dengan katalain, istilah epidemi penyakit tumbuhan diperluas pengertiannya dari penyakit yang berkembang dan memencar dengan cepat menjadi perkembangan dan pemencaran penyakit secara umum, baik yang berlangsung secara cepat maupun lambat. Oleh Krantz (1974), epidemi merupakan perubahan intensitas penyakit tumbuhan pada populasi tumbuhan seiring dengan waktu dan ruang. Dalam hal ini, istilah intensitas digunakan untuk menyatakan ukuran penyakit yang berkembang dari ringan (intensitas rendah) menjadi berat (intensitas tinggi). Karena penyakit tumbuhan disebabkan oleh populasi patogen pada populasi tanaman maka van der Plank (1968) menyatakan epidemi penyakit tumbuhan sebagai penyakit tumbuhan dalam populasi. Dalam hal ini populasi merupakan kumpulan organisme dalam satu spesies yang terdapat pada suatu tempat pada waktu tertentu. Seiring dengan itu, ilmu yang mempelajari epidemi penyakit tumbuhan disebut epidemiologi penyakit tumbuhan (plant disease epidemiology).
Berbeda dengan ilmu penyakit tumbuhan yang mempelajari keadaan penyakit tumbuhan, epidemiologi penyakit tumbuhan mempelajari perubahan penyakit tumbuhan dari satu keadaan ke keadaan berikutnya. Perubahan tersebut dipelajari dalam kaitan dengan waktu dan ruang, yaitu perubahan dari satu waktu tertentu ke waktu berikutnya dan dari satu tempat tertentu ke tempat lainnya. Untuk mempelajari perubahan tersebut diperlukan ukuran-ukuran kuantitatif. Pada awalnya, perkembangan dan pemencaran penyakit memang hanya dipelajari secara kualitatif. Tetapi sejak terbitnya buku van der Plank (1963), epidemiologi penyakit tumbuhan telah berubah dari ilmu kualitatif yang dasar-dasarnya diletakkan oleh E. Gaumann (1946) menjadi ilmu kuantitatif. Karena itu, untuk mempelajari epidemiologi penyakit tumbuhan, selain diperlukan bekal penguasaan ilmu penyakit tumbuhan, juga diperlukan pengetahuan matematika, statistika, dan komputasi (penggunaan komputer). Berkaitan dengan matematika diperlukan pengetahuan mengenai kalkulus (diferensial dan integral), berkaitan dengan statistika diperlukan pengetahuan mengenai analisis regresi, dan berkaitan dengan komputasi mengenai penggunaan program aplikasi statistika dan bahasa pemrograman.
Sekarang mari kita tanyakan pada diri masing-masing apakah kita sudah mempunyai bekal yang cukup untuk mempelajari epidemiologi penyakit tumbuhan. Bila jawabannya ya, tentu saja sangat baik. Tetapi bila jawabannya belum maka silahkan pelajari kalkulus bagi pemula, pengantar analisis regresi linier, dan penggunaan program aplikasi statistika R dan SAS serta kalau bisa, bahasa pemrograman. Setidak-tidaknya, jangan sampai tidak bisa menggunakan Excel sehingga pelajari mulai dari sekarang. Jika tidak, jangan kemudian mengeluh kalau epidemiologi penyakit tumbuhan merupakan ilmu yang sulit. Yang menyebabkannya menjadi sulit adalah keengganan untuk belajar, bukan ilmu itu sendiri.
Beberapa penyakit tanaman bahkan berkembang sedemikian cepat sehingga menimbulkan dampak langsung dan tidak langsung yang begitu besar dan penting. Penyakit hawar lambat kentang (potato late blight) yang disebabkan oleh jamur Phytophthora infestans (Mont.) de Bary merupakan satu di antara beberapa penyebab penting terjadinya kelaparan masal penduduk Irlandia dan emigrasi ke Amerika pada 1845-1852. Penyakit hawar lambat tersebut menyebabkan luas tanam kentang dari 1844-1847 turun dari lebih dari 2 juta acres menjandi hanya sekitar 0,2 juta acres dan produksi dari 14 juta ton menjadi hanya 2 juta ton.
Produksi kentang menjelang dan pada saat kelaparan di Irlandia |
Gejala hawar daun lambat kentang pada daun |
Gejala karat kopi |
Gejala bercak coklat padi pada daun |
Ketiga penyakit tersebut di atas menimbulkan dampak yang begitu besar dan penting terutama karena berkembang dan memencar dengan cepat. Penyakit-penyakit yang berkembang dan memencar dengan cepat seperti itu disebut penyakit epidemik (epidemic diseases), dari kata epi yang berarti 'di atas' dan demos yang berarti 'orang banyak'. Mula-mula istilah ini digunakan untuk penyakit manusia, tetapi kemudian juga untuk penyakit tumbuhan. Namun sebenarnya, istilah epidemi sudah digunakan sejak sangat lama dalam penyakit tumbuhan, yaitu oleh Ramazini pada 1961 dan oleh Duhamel pada 1728. Pada 1833, Unger menggunakan istilah 'epiphytozie' (bahasa Jerman) untuk penyakit tumbuhan, tetapi kurang mendapat tanggapan. Istilah epidemi digunakan dalam buku J. Kuhn (1858), buku H.M. Ward (1901), dan buku monumental Pflanzliche Infektionslehre (bahasa Jerman) oleh E. Gaumann (1946), yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Principles of Plant Infections (1950). Istilah epidemi untuk penyakit tumbuhan menjadi semakin populer setelah terbit buku Plant Diseases: Epidemic and Control oleh J.E. van der Plank (1963) yang merupakan monumental lainnya. Dalam buku-buku monumental tersebut, istilah epidemi digunakan sebagai istilah untuk merujuk pada perkembangan dan pemencaran penyakit tumbuhan.
Dengan demikian, yang menjadi permasalahan dalam epidemi penyakit tumbuhan adalah perkembangan penyakit dari satu waktu ke waktu berikutnya dan pemencaran penyakit dari satu tempat ke tempat lainnya. Dengan katalain, istilah epidemi penyakit tumbuhan diperluas pengertiannya dari penyakit yang berkembang dan memencar dengan cepat menjadi perkembangan dan pemencaran penyakit secara umum, baik yang berlangsung secara cepat maupun lambat. Oleh Krantz (1974), epidemi merupakan perubahan intensitas penyakit tumbuhan pada populasi tumbuhan seiring dengan waktu dan ruang. Dalam hal ini, istilah intensitas digunakan untuk menyatakan ukuran penyakit yang berkembang dari ringan (intensitas rendah) menjadi berat (intensitas tinggi). Karena penyakit tumbuhan disebabkan oleh populasi patogen pada populasi tanaman maka van der Plank (1968) menyatakan epidemi penyakit tumbuhan sebagai penyakit tumbuhan dalam populasi. Dalam hal ini populasi merupakan kumpulan organisme dalam satu spesies yang terdapat pada suatu tempat pada waktu tertentu. Seiring dengan itu, ilmu yang mempelajari epidemi penyakit tumbuhan disebut epidemiologi penyakit tumbuhan (plant disease epidemiology).
Berbeda dengan ilmu penyakit tumbuhan yang mempelajari keadaan penyakit tumbuhan, epidemiologi penyakit tumbuhan mempelajari perubahan penyakit tumbuhan dari satu keadaan ke keadaan berikutnya. Perubahan tersebut dipelajari dalam kaitan dengan waktu dan ruang, yaitu perubahan dari satu waktu tertentu ke waktu berikutnya dan dari satu tempat tertentu ke tempat lainnya. Untuk mempelajari perubahan tersebut diperlukan ukuran-ukuran kuantitatif. Pada awalnya, perkembangan dan pemencaran penyakit memang hanya dipelajari secara kualitatif. Tetapi sejak terbitnya buku van der Plank (1963), epidemiologi penyakit tumbuhan telah berubah dari ilmu kualitatif yang dasar-dasarnya diletakkan oleh E. Gaumann (1946) menjadi ilmu kuantitatif. Karena itu, untuk mempelajari epidemiologi penyakit tumbuhan, selain diperlukan bekal penguasaan ilmu penyakit tumbuhan, juga diperlukan pengetahuan matematika, statistika, dan komputasi (penggunaan komputer). Berkaitan dengan matematika diperlukan pengetahuan mengenai kalkulus (diferensial dan integral), berkaitan dengan statistika diperlukan pengetahuan mengenai analisis regresi, dan berkaitan dengan komputasi mengenai penggunaan program aplikasi statistika dan bahasa pemrograman.
Sekarang mari kita tanyakan pada diri masing-masing apakah kita sudah mempunyai bekal yang cukup untuk mempelajari epidemiologi penyakit tumbuhan. Bila jawabannya ya, tentu saja sangat baik. Tetapi bila jawabannya belum maka silahkan pelajari kalkulus bagi pemula, pengantar analisis regresi linier, dan penggunaan program aplikasi statistika R dan SAS serta kalau bisa, bahasa pemrograman. Setidak-tidaknya, jangan sampai tidak bisa menggunakan Excel sehingga pelajari mulai dari sekarang. Jika tidak, jangan kemudian mengeluh kalau epidemiologi penyakit tumbuhan merupakan ilmu yang sulit. Yang menyebabkannya menjadi sulit adalah keengganan untuk belajar, bukan ilmu itu sendiri.
Revisi belum pernah dilakukan
Hak cipta tulisan ini dilindungi berdasarkan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License.
Untuk memahami tulisan singkat ini secara lebih tuntas, silahkan klik setiap tautan yang tersedia. Bila Anda masih mempunyai pertanyaan, silahkan sampaikan melalui kotak komentar di bawah ini.
Ketika melihat dengan sekilas tulisan tentang epidemiologi saya susah untuk menebak apa saja yang akan dipelajarai dalam MK ini namun setelah melalui beberapa pertemuan saya menjadi sangat paham ,meskipun kemampuan saya untuk menrjakan tugas sangat minim namun saya cukup menikmati langkah demi langkah ini ,harapan sya ingin terus mempelajari hal ini sebagai suatu ketrampilan karena diperlengkapi dengan penggunaan berbagai aplikasi statistik yang otomatis sangat menambah pengetahuan saya.
BalasHapusYang dipelajari dalam EPT adalah PERKEMBANGAN PENYAKIT dalam ruang dan waktu (bedakan dengan IPT mempelajari KEADAAN PENYAKIT). Untuk mempelajari perkembangan penyakit tersebut, diperlukan kemampuan matematika, statistika, dan penggunaan komputer.
HapusBosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
BalasHapushanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :D