Selamat Datang

Terima kasih Anda telah berkunjung ke blog matakuliah Epidemiologi Penyakit Tumbuhan. Melalui matakuliah ini Anda akan mempelajari cara mengukur penyakit dan menganalisis perkembangan penyakit dalam waktu dan ruang. Epidemiologi Penyakit Tumbuhan merupakan metodologi ilmu penyakit tumbuhan yang sangat penting bagi Anda yang akan memilih Minat Perlindungan Tanaman. Silahkan kunjungi blog secara berkala untuk memeriksa perubahan jadwal tugas dan perkembangan pelaksanaan kuliah. Klik halaman Kuliah Smt Genap 2016/2017 untuk memperoleh informasi rinci mengenai bahan ajar, tugas, praktikum dan berbagai hal lain yang berkaitan dengan perkuliahan. Sampaikan komentar dan pertanyaan terhadap isi tayangan tulisan untuk digunakan melakukan penilaian tugas dan softskill.
JANGAN LUPA MENULIS KOMENTAR

UNTUK MEMPEROLEH NILAI SOFTSKILL

LAKUKAN SEKARANG JUGA

Klik untuk Mengunduh Bahan Ajar

Klik untuk mengunduh Tips Mengerjakan Tugas 2

UJIAN AKAN DISELENGGARAKAN 1 APRIL 2014

BUKAN APRIL MOP!!!

Pemberitahuan Penting

Ujian semester dilaksanakan pada 1 April 2014. Untuk mengikuti ujian, mahasiswa harus mengunduh: (1) file SOAL UJIAN, (2) file TABEL KERJA 1, (3) file TABEL KERJA 2, (4) file data mosaik, dan (5) file kodeR. Silahkan klik tautan (link) masing-masing untuk mengunduh file tersebut satu per satu. Jawaban ujian terdiri atas file JAWABAN UJIAN, file TABEL KERJA 1, dan file TABEL KERJA 2. Untuk mengunduh dan mengunggah file, baca bagian Ujian Semester pada halaman Kuliah Smt Genap 2013/2014. Perhatikan pemberitahuan mengenai penyampaian komentar untuk penilaian softskill. Penyampaian komentar akan ditutup pada 2 April 2014. Daftar file jawaban ujian yang masuk dapat diperiksa di SINI. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan terhadap Tabel Kerja 1 dan Tabel Kerja 2. Harap ikuti ketentuan yang telah disampaikan tersebut. Sampai taenggat yang ditetapkan, file yang masuk hanya atas nama Dignansia Cimmir. Dengan demikian, file yang diperiksa adalah file yang telah dimasukkan sebelum perbaikan. Kesempatan sudah diberikan kepada mahasiswa untuk melakukan perbaikan, tetapi mahasiswa tidak memanfaatkan kesempatan tersebut.

Kamis, 12 Mei 2011

Mau Tampil Pintar, Tetapi Sebenarnya Bodoh dan Korup

Di Indonesia ini, gelar akademik dipandang sebagai tanda kepintaran. Maka untuk menunjukkan diri pintar, orang suka menulis seluruh gelar akademik bersama namanya. Di Australia orang cukup menulis Prof. Adam Smith, di Indonesia orang menulis Prof. Drs. John Sombong, M.App.Sc., Ph.D. Bukan hanya di kartu nama, gelar lengkap juga ditulis di KTP, di kartu rekening listrik, di kartu rekening PDAM. Bukan hanya itu, untuk menunjukkan diri hebat, orang Indonesia lebih menyukai angka-angka daripada kata-kata. Maka orang yang suka menuliskan rumus matematika akan dipandang lebih pintar daripada orang yang suka menulis puisi. Bukan hanya itu, penelitian yang menggunakan angka sebagai data dipandang lebih hebat daripada yang menggunakan kata sebagai data. Maka tidak heran, orang berupaya mengubah data kata-kata menjadi data angka, data kualitatif menjadi data kuantitatif.


Hal yang sama terjadi dalam bidang Epidemiologi Penyakit Tumbuhan. Simak misalnya penggunaan skor untuk menilai penyakit. Skor adalah data ordinal yang artinya bernilai beda hanya dalam hal peringkat. Apakah skor 1 menyatakan terbaik atau sebaliknya 5 menyatakan terbaik, sebenarnya tidak menjadi soal. karena hanya menunjukkan peringkat maka skor tidak bisa dikenai operasi matematik semacam tambah, kurang, kali, bagi. Sebab, skor 1 yang menyatkan bakso tidak enak bila ditambah dengan skor 1 lagi akan menjadi skor 2 yang menyatakan bakso enak. Padahal sebenarnya tidak mungkin demikian, karena bila orang dipaksa makan dua mangkok baksi tidak enak maka rasanya akan menjadi semakin tidak enak, bukannya menjadi enak.

Tapi begitulah, orang Indonesia memang suka rumus, tidak peduli yang dimasukkan ke dalam rumus itu sebenarnya apa. Simak misalnya rumus untuk menghitung intensitas penyakit dari data skor yang lazim digunakan di Indonesia:
I=[sigma(n x v)/(N x Z)] x 100
I=intensitas dalam %, n=jumlah satuan pengamatan dengan nilai skor tertentu, v=nilai skor pengamatan, N=jumlah seluruh satuan pengamatan, dan Z=nilai skor tertinggi yang ditetapkan.
Misalnya, dari pengamatan 1, 2, dan 3 diperoleh skor 2, 3, dan 3 dari skor tertinggi 5, maka diperoleh:
I=[(1 x 2 + 2 x 3)/(3 x 5)] x 100
I=(8/15) x 100
I=53,33%
Keren!!! Data skor diubah menjadi data persen yang berskala rasio dengan cara melakukan operasi tambah dan kali terhadap data skor. Bakso tidak enak yang berskor 1 bila dikalikan 2 maka menjadi skor 2 yang berarti bakso enak. Tampak pintar, tapi sebenarnya bodoh. Bukan hanya itu, dengan rumus ini data skor dikorupsi menjadi data rasio. Maka ini menjadi pelajaran pertama melakukan korupsi. Kelak, setelah menjadi pejabat, yang dikorupsi bukan lagi angka skor dijadikan rasio melainkan angka uang keringat rakyat.

Tapi kita orang Indonesia memang suka bermain dengan angka, entah itu angka uang atau angka jumlah serangga. Saking begitu suka bermain uang, koma menjadi sedemikian penting. Katanya semakin banyak angka di belakang koma maka semakin teliti. 2,555 dianggap lebih teliti dari 2,55 dan lebih teliti dari 2,5 dan lebih teliti lagi daripada dibulatkan menjadi 2. Bayangkan, apakah artinya 2,5 ekor serangga? Bukankah 0,5 ekor serangga sebenarnya hanya merupakan mayat serangga? Apakah mayat serangga masih dapat merusak tanaman sehingga orang suka menulis padat populasi hama adalah 2,5 ekor? Atau apakah arti 2,555 cm panjang tubuh larva serangga bila panjang tubuh serangga tersebut diukur dengan mistar yang skala terkecilnya hanya sampai 1 mm? Entahlah, silahkan mereka yang merasa pintar dengan cara mempermainkan angka-angka yang menjawab semua pertanyaan ini. Mereka yang pintar itu tentu yang gelarnya banyak sebab di Indonesia, semakin tinggi gelar akademik seseorang, bukannya semakin mengerucut disiplin ilmunya, melainkan semakin melebar kiri kanan. Maka tidak heran bila kemudian seorang Prof. Dr. Biologi FMIPA suatu waktu meneliti penyakit bercak daun kacang tanah dan pada waktu yang lain meneliti cendana. Rupanya, bukan hanya kekuasaan yang mendikte pengetahuan, sebagaimana dikatakan oleh seorang pemikir Perancis Michael Foucault, tetapi juga gelar ternyata dapat memperkosa pengetahuan.

3 komentar:

  1. pada dasarnya orang pintar lebih mengetahui hal- hal baru dibanding dengan orang bodoh tapi orang bodoh juga tidak dapat dikatakan bodoh seutuh nya dia juga tidak pernah memilih untuk menjadi orang bodoh tapi keadaan dan dirinya sendirilah yang membuat dia bodoh begitu juga sebaliknya dengan orang pintar.
    Jadi pada dasarnya menjadi orang pintar atau bodoh itu adalah pilihan kita sendiri

    BalasHapus
  2. Itulah realita yang sering terjadi, khususnya di bidang ilmu pengetahuan banyak kasus atau masalah yang penyelesaiannya dengan menggunakan data kuantitatiflah yang diakui kebenarannya di bandingkan dengan data kualitatif , walaupun pada kenyataanya di lapangan tidak seperti itu. Tulisan ini kembali menginggatkan saya pada sebuah kalimat yang di sampaikan Bapak ketika memeberikan kuliah pada kami, “Angka bukan realitas,angka hanya wakil dari realitas”. Terima Kasih Pak, karna saya belajar lagi.

    BalasHapus
  3. ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
    Promo Fans**poker saat ini :
    - Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
    - Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
    - Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
    Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

    BalasHapus

Untuk memahami tulisan singkat ini secara lebih tuntas, silahkan klik setiap tautan (link) yang tersedia. Bila Anda mempunyai komentar atau pertanyaan, silahkan sampaikan melalui kotak komentar di bawah ini.